Ibas: Konstitusi Harus Bisa Jawab Tantangan Zaman, Ada Pembaharuan UUD 1945?

Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menyampaikan pentingnya pengkajian mendalam UUD 1945, penguatan sistem konstitusional, tinjauan sistem negara, serta pendidikan konstitusi dan sosialisasi Pancasila. Menurut Ibas, keempat poin ini merupakan isu strategis yang perlu dikaji demi memastikan konstitusi tetap relevan dan sistem negara lebih adaptif terhadap tantangan zaman.
Hal tersebut disampaikan Ibas ketika memimpin Rapat Pleno Badan Pengkajian MPR RI Masa Jabatan 2024-2029, Senin (2/12/24). Sebagai Wakil Ketua, Ibas sendiri telah resmi mendapat amanat sebagai koordinator pengkajian.
Pada rapat pleno ini telah disahkan komposisi pimpinan Badan Pengkajian MPR RI 2024-2029, yaitu diketuai oleh Andreas Hugo Pareira dari Fraksi PDIP. Untuk susunan Wakil Ketua ialah Andi Iwan Darmawan Fraksi Gerindra; Hindun Anisah Fraksi PKB; Tifatul Sembiring Fraksi PKS; dan Benny K. Harman Fraksi Demokrat.
Dalam kesempatan ini, Ibas menyampaikan beberapa bahan diskusi yang relevan dengan tugas dan fungsi Badan Pengkajian, mencakup isu-isu aktual yang dapat mempengaruhi jalannya pemerintahan dan kebijakan negara.
Hal pertama yang disampaikan Ibas adalah bagaimana Pasal-Pasal UUD 1945 mengakomodasi perkembangan zaman dan kebutuhan demokrasi modern.
“Apakah perlu ada amandemen terhadap UUD 1945 untuk mengakomodasi perkembangan zaman dan kebutuhan demokrasi modern? Bagaimana relevansi Pasal-Pasal UUD 1945 dalam konteks politik dan ekonomi saat ini?” tanya Ibas.
Ia menjelaskan bahwa UUD 1945, sebagai landasan konstitusi negara, memiliki peran krusial dalam memastikan stabilitas dan adaptabilitas sistem pemerintahan Indonesia. Namun, perkembangan zaman menuntut evaluasi terhadap pasal-pasal tertentu, terutama yang berkaitan dengan pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Menurut Ibas, salah satu fokus dalam pembaruan ini adalah menciptakan keseimbangan yang lebih baik dalam mekanisme checks and balances di antara lembaga-lembaga negara.
“Apakah sistem presidensial yang diterapkan di Indonesia sudah optimal, ataukah perlu ada perbaikan dalam desain pemerintahan?”
MPR RI perlu meninjau hubungan antara lembaga negara, khususnya dalam hal pembagian kekuasaan antara Presiden, DPR, dan MPR, termasuk DPD.
Tak hanya relevansi sistem negara pada perubahan zaman, MPR RI juga perlu memikirkan bagaimana meningkatkan pemahaman masyarakat, terutama generasi muda, terhadap konstitusi dan Pancasila.
“Program pendidikan konstitusi yang lebih masif dan menarik terkini untuk memperkenalkan pentingnya penguasaan hukum dasar negara, 4 pilar kebangsaan,” papar Ibas.
Ia menambahkan peran MPR dalam menyelenggarakan kegiatan sosialiasi konstitusi harus lebih inklusif dan interaktif. Salah satunya melalui karya seni, seperti wayang, lukisan, hingga musik.
Kajian konstitusional seperti ini tidak hanya tentang penyesuaian teknis, tetapi juga upaya untuk memastikan bahwa nilai-nilai demokrasi dapat tetap menjadi inti dari konstitusi. “Dengan semangat kolaborasi, saya yakin Badan Pengkajian MPR RI mampu membawa perubahan signifikan demi kemajuan bangsa dan negara,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Andreas Hugo Pareira, juga menyampaikan pentingnya pembahasan sistem ketatanegaraan, khususnya terkait substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara. Ia menambahkan bahwa laporan mengenai hal ini dijadwalkan akan disampaikan kepada Pimpinan MPR pada Agustus 2025. Selain itu, Andreas juga menekankan perlunya kajian mendalam terhadap UUD 1945 beserta pelaksanaannya secara komprehensif untuk menjadi bahan rekomendasi perubahan di masa mendatang.
Sebagai penutup, Ibas mengajak anggota Badan Pengkajian untuk menjadikan isu ini sebagai prioritas dalam kajian strategis mereka. “Semoga Badan Pengkajian MPR Masa Jabatan 2024-2029 dapat melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya dengan baik demi penyempurnaan sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD 1945, dan pelaksanaannya,” tutupnya.